Thursday, January 13, 2011

Ombak Cinta Pantai Prigi




“Sejak sebelah hatimu menyapa sebelah hatiku
sebenarnya
hati kita yang sebelah lagi begitu indahnya berjalan menuju cinta
kala tangan ini kau pegang
jiwa ini meremang
saat hidung dan pipi berjumpa pada kecupan yang kali pertama
bersaksi debur ombak pantai Prigi”.



Kata demi kata yang terhidang begitu nikmatnya berhenti,ketika tiba tiba pintu kamar terbuka.
“Nduk..kamu dipanggil bapak tu,,”,pelan ibunya berkata sebelum berlalu meninggalkannya.
Bangun,lalu duduk dan sebentar merenung.
“Ada apa ini?,tak biasanya bapak memanggilku malam begini” dalam hatinya mulai tertanya tanya.
“Apa ada hubungannya dengan kang Ikhwan ya?”, begitu kecamuk hati Lilis menebak yang akan terjadi nantinya.
“Wahh,,gawat nich…”
Entah sudah berapa lama dia terpaku disisi pembaringannya itu. Pikirannya jadi tidak menentu,tak tahu harus bagaimana jika nanti bapaknya sudah mengetahui hubungan kang Ikhwan dengan dirinya.Karena dia tahu, betapa bapak yang sangat keras sifatnya itu dalam mendidik anak anaknya.
“ Cepat to nduk..bapak dah nunggu tu” terdengar lagi suara ibu disebalik pintu.
“i,,iya Bu,,sebentar..”,jawab Lilis terbata tersadar dalam termangunya.
Perlahan melangkah menuju ruang depan, menemui bapaknya dengan dada yang masih berdebar.
Sesampainya disana,Alhamdulillah,,ternyata dia melihat bapak masih seperti biasa, berteman asap asap rokok lintingnya. Ah,,nanti dulu,,,kayak ada yang lain diraut wajahnya..
“Duduk..” kata bapak,lalu Lilispun duduk disebelah ibunya.
“Apa kamu tahu,kenapa bapak memanggilmu?”,tanyanya kemudian mengawali bicara.
“Mboten pak,,” jawab Lilis singkat.
“Begini lo nduk,,bapak sama ibu pengin melihat kamu tu jadi orang yang pinter”,
“biar kamu bahagia dikemudian harinya,bapak sama ibu pasti sangat bangga to..”.
“Karena itu kamu harus kuliah lagi di Solo dan tinggal dirumah Budhe sampai kau jadi sarjana..”
“Mosok baru 1 tahun sekolah, koq wis berhenti,mau jadi apa kamu itu to nduk..nduk..”
“Tapi pak,,”Lilis memotong pembicaraan,namun belum sempat Lilis melanjutkan ucapan,bapak lebih dulu mencegahnya.

“Sudah,,dengarkan dulu,,,bapak belum selesai bicara..”
“Lilis kan bisa kuliah lagi dikota ini pak,dan lagian kan bisa pulang setiap hari”
“kenapa pula harus di Solo dan tinggal dirumah Budhe..?” Lilis masih mencoba ngeyel.
“Hoalah,,nduk..mbok ya ikuti saja apa kata bapakmu tu..” ibunya ikut mencelah.
“Tapi Bu,,Lilis nggak bisa berjauhan dengan keluarga..”

“Wis,,wis,,wis..!!! kamu ndah usah banyak alasan..”
“Kamu ndak bisa jauh sama Ikhwan to.?” Sergah bapaknya ketus dengan muka yang mulai menghitam.Walahh..benerkan bapak sudah tahu…bagaimana ni..Pasi seketika raut wajah Lilis,namun dia diam karna yang dibilang bapak adalah benar dan dia juga tak ingin memperkeruh lagi suasana.Hingga bapak kembali melanjutkan omelannya:
“Apa kamu kira bapak ndak tahu, yang kamu itu lagi gandrung gandrungan sama si Ikhwan,,hahhh..”
“Dari kecil hingga kau besar, bapak sama ibu berharap agar kau bisa jadi orang terpandang nduk..“
“Jadi orang sing dhuwur derajate,,, tapi apa? kau malah mencoreng muka keluarga”
“Kamu boleh pacaran,,,kamu boleh menikah,tapi jangan dengan bocah yang ndak nggenah keluarganya,ndak jelas masa depannya…paham.!!!.” makin emosi ni bapaknya..mampus dah..
“ Tapi..”
“Huss..diam.,!!!,jangan melawan… Keputusan bapak ki wis manteb.ojo dianyang.Titik…!!!”, Kemarahan bapak nampaknya semakin meluap sampai mbu mbunan,hingga tak sedikitpun memberi kesempatan pada Lilis untuk menjawab.Dia kemudian bangkit lalu pergi dengan membawa omelan omelan yang nggak jelas terdengar.


Memerah wajah,matapun berkaca sudah. Sang gadis sunti menangis kian menjadi.Hatinya patah,jiwanya lemah,bak patahnya reranting kering dihantam badai beriring iring.
“Wis lah nduk,,jangan nangis gitu..turuti saja apa kata bapakmu”
“Ini adalah yang terbaik untukmu,,nduk..”ucap ibunya pelan mencoba membujuk tangis untuk diredakan.Dibelainya rambut Lilis,diusapnya airmata yang jatuh dari tergenang,sembari kembali berucap:
“Sing sabar ya nduk,,”
Pokoknya aku emoh Bu,,aku nggak mau sekolah di Solo”
“Aku emohhh,,,”pekik Lilis yang lalu berlari menuju kamarnya.


Braakkkk….
Terbanting pintu kamar,jadi korban dari hati yang hilang sabar.Hatinya menjadi gelap,sedihpun mampir dan hinggap.Dengan airmata yang masih mengalir diambilnya satu nota yang tadi belum siap dirangkainya.Dan tarian hatipun bermula:


Tapi kini aku yang tertatih
meletih
merintih
menginjak seribu onak
membunuh seuntai benak
tangisi cinta kita yang kan tenggelam ditelan ombak
tinggalkan airmata dari kasih suci
tiada direstui.
pada ampun
pada khilaf
demi cinta aku pergi.


Sejak malam itu Lilis tanpa kabar, pergi tanpa pesan bagai menghilang ditelan samar.Bahkan tak satupun dari sahabatnya mau mengatakan dia kemana?di mana?sampai bila?.
Hari terus berganti,waktu kian saja berlalu. Tak terasa,6 tahun sudah Lilis berdiam ikut amarah.
Hingga suatu senja seorang sahabat datang mengunjungnya.
“Assalamu alaikum..”
“wa alaikum salam…ehh,,kamu Wi,,ayo silahkan masuk..” ternyata si Dewi sahabat sekaligus tetangganya yang bertandang.
“Ada apa Wi? koq kadingaren mampir..” Lilis bertanya.
“Gini lo Lis,,sebelumnya maafin aku ya..”kata si Dewi.
“Lho,,emang kenapa Wi?”potong Lilis penasaran.
“Anu Lis,,untuk kali ini aku tak sanggup lagi menutupinya”.
“Ini ada titipan surat dari Emakmu..sekali lagi ,maaf ya..”
Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan disebalik raut wajah itu.
“Ada apa sih Wi..?”desak Lilis dengan hati tak karuan.
“Sudahlah,,kau baca saja,nanti pasti kau memahaminya..” jawab Dewi pelan.
Perlahan dipegangnya surat itu,lalu dibuka sampul dengan hati tak menentu.
Pelan dibacanya selembar noktah nukilan bunda:


Lilis anakku….

Tahukah kau,kami amat sangat merinduimu,,,Nduk?
Hilangmu bagi kami adalah hukuman yang begitu berat kami rasakan.
Ibu mohon ,,,cukuplah,,,
Beri kami kemaafan..
Setelah kepergianmu,Bapak dirundung rasa bersalah sepanjang waktu.
Siang malam menanti dirimu,menyebut namamu…
Katanya: Pucuk kembang sing digadhang tiwas ilang tanpa layang.
Sing sabar ya Nduk…
Bapak sekarang sudah nggak ada, berpulang ke Maha Kuasa.
jadi maafkanlah Bapakmu Nduk…
Sebelumnya perginya Bapak berpesan, jika kau memang menyayangi Ikhwan,
maka pulanglah … ,dan menikahlah dengannya.
Almarhum Bapak dan Ibu ikhlas merestui cinta kalian.

Maafkan kami …
Ibu kangen sekali dan pulanglah ..
Nduk…
………………….
Tangan Lilis gemetar,bibirnya bergetar,
Nafasnya sesak antara sedih dan rasa bersalah yang kian membuak.Air mata si gadis sunti kini mengalir lagi.Terpaku diseketika tanpa desah tanpa kata..
Didalam hatinya ia hanya mampu bertanya:
“Ya Alloh,,maafkan segala khilaf dan keegoanku,hingga tak terpandang sebenar cinta yang menantiku”.
“Ya Alloh,,hambamu yang lemah ini harus bagaimana?”
“Haruskah aku bersedih?”
“atau”
“Mestikah aku bahagia?”




………………..…….


Lonk. (ekspresi hati request sahabat),

2 comments:

  1. Woalaaah.. Lilis ki kok yo ngeyel emen taaa... xaxaxa; perasaan saya jadi ikut terpuruk dalam jalinan kisah ini.
    Salam hangat. Link blog D'blog ala Lonk sudah mejeng di blog CahNdeso.
    Thanks

    ReplyDelete
  2. nesakke tenan uripe si lilis..... cedak aku tak gowo lungo.... mulih2 wis nggowo anak 4.......hahahaahhaaaa

    ReplyDelete

Kritik dan saran amatlah diharapkan.
Salam hormat & happy blogging.

BERBAGI DAN SALING BELAJAR